Selasa, 18 Mei 2010

mungkin

Hidup manusia itu seperti sehelai kertas yang memiki kapasitaas ukuran. Kenapa setiap yang dia korbankan untuk orang-orang yang ia sayang, tidak pernah ada yang menghargai itu? Tidakkah cukup sabar ketika apa yang ia korbankan tetapi hanya dianggap angin semilir yang meniup angan kejauhan? Apa kau begitu adil Tuhan? Pertanyaan yang kadang membuatnya gila, marah pada-Nya hanya perbuatan bodoh.Ia tahu itu, tapi dia hanya manusia, Tuhan. Yang kau ciptakan dengan batas sabar tak lebih dari Rasul, ia bukan Nabi pula. Apa mimpinya membuat orang yang ia sayang bahagia, terlalu sulit dan menyakiitkan? Sungguh Tuhan, terlepas dari kuasa dirinya dan Kuasa-Mu yang begitu jauh berbeda.
Sesat yang menyiksa sisa hatinya untuk menjaga keikhlasan diri, dan tetap berpikir bahwa mereka adalah bahagianya seperti melepaskan jarum yang menghantam sekujur tubuhnya yang kian lama kian menyakitkan dirinya sendiri. Apa akhir dari semua itu. Tapi andai aku dapat mendengar hatinya mungkin aku bisa mengira apa yang ada dipikirannya. “ mimpiku bukan bagaimana nanti aku akan bahagia, tapi mimpiku bagaimana mereka bahagia. Walaupun ini bukan termasuk perhitunganku untuk tetap bertahan dalam situasi yang membuat hatiku sesak tapi ketika keikhlasan mampu menguasai logika ketidakadilan itu maka aku akan jauh lebih dewasa. Tuhan, pasti sayang kepadaku.. Bukan begitu Tuhan?
Tidak sulit menebak hatinya yang begitu Tulus, jiwa kami tak begitu berbeda. Harapan aku adalah melihatnya tetap sabar. Sabar memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Sabar itu seperti benang yang membentuk kain. Pengalaman mengajarkannya untuk tetap dapat melihat matahari yang selalu tersenyum padanya.Mimpinya bukan seperti akar. Tapi bercabang pohon yang mengakar kuat didalam tanah. Bukan akan jatuh begitu saja, tapi tetap berjuang waalaupun beberapa mulai memisahkan diri darinya..

Jumat, 14 Mei 2010

penantian

Aku mencoba lebih mengerti makna dibalik hati nurani ini, entah lah aku mulai meragukan proses yang kujalani sekarang. Kamuflase perasaan atau mungkin proses penyublinan perasaan ini akan terlihat semakin jelas. Aku terlihat sangat bodoh tapi aku tak sanggup untuk berlari dari keadaan ini. Aku sudah terjebak dalam kondisi yang siap mematikanku kapan saja, dia kapan saja bisa meninggalkanku, aku tahu persis apa resiko dijalan yang telah ku terlanjur untuk menunggakinya. Sekarang aku hanya menunggu waktu yang akan kapan saja siap menerkamku,membunuhku dan perlahan-lahan membuangku. Sekuat hati aku berusaha untuk tetap berjalan di jalan yang aman, ya aku tahu ada sisi hati yang kerap kali menjaga perasaanku dan sisi lainnya terluka atas itu. Tapi aku mencintainya, sangat. Bahkan beban yang ku alami sekarang pun rasanya seperti sudah mendarah daging ditubuh dan hatiku.
Aku seperti mati rasa acapkali aku berusaha menjadi orang yang kuat dihadapannya setiap kali aku harus ikhlas mengembalikan dia diposisi yang seharusnya dimiliki orang lain. Lagi lagii aku tetap diam ditempat tanpa berusaha untuk pergi. Cintanya padaku takkan pernah membuatnya akan memilihku, dan cintaku padanya akan tetap membuatku untuk tetap berdiri menahan pedih tapi dibalik itu hatiku mengatakan “aku bahagia.. “. Mungkin Aku takkan pernah membuat tolak ukur untuk memastikan apa yang telah aku lakukan, karena aku percaya “kan ada saatnya nanti engkau milikku satu (kahitna)”