Jumat, 12 November 2010

untittled

malam dimana kamu menjadi seorang yang dewasa, seorang yang bisa lebih bijak , seorang yang mampu mencintai dirinya sendiri kemudian orang lain. Hari ini adalah hari yang akan menjadi saksi bisu dimana kamu bisa menjadi orang yang lebih baik. Rasa syukur terhadap apa yang telah Tuhan beri kepadamu, akan setiap umur yang semakin menua kan mu tetapi bukan menuakan pikiranmu. Kamu tahu apa yang ingin ku doakan padamu pada malam ini?
“ Tuhan… terima kasih atas sekumpulan darah yang masih terus mengalir, denyut nadi yang tetap berdetak dan jiwa yang masih tetap ada pada orang yang kucintai. Kepada orang yang terus menyemangatiku. Dengarkan doa ku, aku ingin kau berikan ia menjadi orang yang kuat, yang bisa membuat dirinya tersenyum bahagia atas apa yang ia lakukan, keberkahan atas semua yang ia pilih. Tanggung jawab yang memberatkanya, ringankan lah. Manusia tak ada yang sempurna, hanya Kau lah dzat yang paling Sempurna, Tuhan. Tapi berikanlah kesempurnaan dalam hidupnya, agar ia tetap bersyukur atas nikmat-Mu. Bahagiakan dia walaupun setiap ragaku tak mampu membahagiakannya, tapi aku akan teteap berusaha agar selalu ada disampingnya sampai ia tak membutuhkanku. Aku menyayanginya seperti seorang saudara, sebagai adik, sebagai teman. Walau ku tahu, dibalik ketidaksempurnaanku, selalu membuatnya marah. Tapi aku tahu, dia akan selalu memaafkanku. Ya Tuhan, maaf atas doaku yang terlalu banyak, aku hanya ingin meminta belas kasih-Mu kepadanya, cinta-Mu yang luar biasa kepadanya. Jangan ada yang membuatnya sedih karena aku tidak rela. Ku mohon dengarkan doaku, Tuhan. AMIN. “

Minggu, 31 Oktober 2010

sedetik atau sedikit

Pagi yang cerah, dengan senyuman hujan yang merekat di tanah yang kering. Aku rasa, tak selamanya hujan selalu membuat orang susah. Lihat dia, cantik sekali dikala hujan. Dia memang seorang wanita yang lemah, hanya bisa duduk dibangku keabadiannya, tapi aura yang terpancar darinya tak pernah padam. Aku tahu mengapa cahaya itu tak pernah padam, karena ia selalu mengikatnya dalam rasa syukur pada Tuhan. Ia tak jua lelah mendoakan orang yang selau menyakitinya, tak pernah berhenti bersyukur atas nikmat senang, padahal setahuku ia selalu dihina, selalu disakiti hatinya oleh orang-orang disekelilingnya. Mereka tak pernah tahu, betapa baiknya ia. Seandainya, aku meyadari saat ia masih bisa menggunakan seberkas memori yang telah kita ukir dulu, mungkin aku akan menghadiahkannya video rekaman saat aku dan dia mengukir janji untuk tidak meninggalkan satu dengan lain.Sedikit mengulang rajutan-rajutan benang kasih yang seharusnya kini telah menjadi kain yang indah. Sayang,benang itu tak mungkin tersambung lagi, karena sang pemilik membawanya ke dunia nyatanya.

Sabtu, 30 Oktober 2010

that's why

Aku rasa, aku sudah lama meninggalkan dunia yang sangat aku kagumi. Dunia yang membuat hidupku menjadi lebih berarti, dunia yang membuatku lebih mengenal sosok yang tak pernah terhapus dalam memori. Aku terlihat melupakan dunia yang pernah menorehkanku pada prestasi dan apresiasi pada diriku sendiri, aku hampir lupa ya, Menulis. Sudak lama aku tak menyentuh layar yang setiap kali aku berhadapan dengan itu, tanganku sulit berhenti berimajinasi dengan alam yang secara tidak sadar membangunkan cita-citaku.
Entahlah, aku rasa diriku kini bukan melupakan tapi hanya mencoba untuk mengalihkan pandanganku ke arti hidup yang sebenarnya bahwa manusia tidak melulu menggunakan hemisfer otak kirinya saja. Aku mencoba dunia yang baru, tidak, dunia yang sangat lama aku tinggalkan, meninggalkan luka yang dulu menyayatkan semangat hidupku, dunia yang penuh dengan kata “Love”. Aku ataupun kalian pasti mengerti bagaimana kata itu mengubahmu yang diam menjadi bersuara. Dan yang mampu bersuara menjadi diam seribu bahasa. Seperti pepatah perancis “ cinta terkadang membuat seorang yang pintar menjadi tampak bodoh dan yang bodoh menjadi tampak pintar”. Akupun tidak paham, dulu aku berpikir dengan prespektifku sendiri yang mengarahkanku untuk jauh meninggalkan itu semua, tapi kini aku kembali mendalaminya. Kodrat sebagai manusia yang sesuai dengan teori hierarki kebutuhan dari Maslow, kebutuhan kasih sayang. Mungkin sangat lucu, tapi aku belajar memahami arti pentingnya menghargai perasaan yang Tuhan beri kepada Umat-Nya.
Ini bukan sebuah idealis yang akhirnya justru terperangkap pada kekonyolan yang pernah menjatuhkan aku ke Lubang panas yang hampir membakarku. Bukan itu, aku hanya mengarahkan perasaan itu kepada realita kehidupan, sesungguhnya segala hal tidak ada yang abadi. Biarkan waktu yang berjalan seperti yang seharusnya terjadi, yang telah ditentukan. Seperti kata sahabatku “ kita bukan berpikir akhir dari yang kita jalani sekarang, tapi bagaimana proses bahagia yang sebaiknya kita nikmati”.

siapa aku?

Tanganku seperti kaku, jiwaku seperti tak mengenal siapa aku. Aku mulai berfikir, setan apa yang mulai merasukiku hingga setiap kali aku berkaca aku melihat pantulan yang bukan diriku. Pantulan itu membuatku menjadi bodoh, tak dapat melihat siapa aku dulu bahkan aku tak tahu siapa aku sekarang. Aku seperti terhanyut dalam dunia klasik yang aku seperti de javu akan itu. Pikiran yang seakan mengontrol gerakan dan nafasku sekalipun. Saat ini aku seperti tersadar akan semua yang aku alami beberapa dekade yang seakan panjang aku lewati. Aku melihat sesuatu yang salah dari aku, sesuatu yang seharusnya tidak aku hilangkan dulu, aku seperti tidur panjang dalam kesunyian dan pertanyaan bodoh yang sebenarnya tak patut aku tanyakan atau memang tak seharusnya aku pikirkan.
Rasanya aku ingin menangis, berlari dan menghilang, aku ingin menemukan aku yang “dulu”. Aku ingin mengakhiri ketololan yang telah menjadi sebuah kebutuhan bagiku. Aku ingin melepaskan semua ini, aku merasa kotor, aku merasa tidak memiliki semangat untuk mengembalikan semua ke tempat yang seharusnya. Bantu Aku Tuhan, bantu aku… mengapa aku tak pernah yakin akan diriku sendiri? Mengapa mereka lebih yakin terhadapku kalau aku mampu menjadi siapa sebenarnya diri aku ini? Mengapaaa?? Aku tak ingin menyerah, tapi raga ini seperti mati rasa. Aku butuh jawaban dari-Mu , Tuhan…

Selasa, 18 Mei 2010

mungkin

Hidup manusia itu seperti sehelai kertas yang memiki kapasitaas ukuran. Kenapa setiap yang dia korbankan untuk orang-orang yang ia sayang, tidak pernah ada yang menghargai itu? Tidakkah cukup sabar ketika apa yang ia korbankan tetapi hanya dianggap angin semilir yang meniup angan kejauhan? Apa kau begitu adil Tuhan? Pertanyaan yang kadang membuatnya gila, marah pada-Nya hanya perbuatan bodoh.Ia tahu itu, tapi dia hanya manusia, Tuhan. Yang kau ciptakan dengan batas sabar tak lebih dari Rasul, ia bukan Nabi pula. Apa mimpinya membuat orang yang ia sayang bahagia, terlalu sulit dan menyakiitkan? Sungguh Tuhan, terlepas dari kuasa dirinya dan Kuasa-Mu yang begitu jauh berbeda.
Sesat yang menyiksa sisa hatinya untuk menjaga keikhlasan diri, dan tetap berpikir bahwa mereka adalah bahagianya seperti melepaskan jarum yang menghantam sekujur tubuhnya yang kian lama kian menyakitkan dirinya sendiri. Apa akhir dari semua itu. Tapi andai aku dapat mendengar hatinya mungkin aku bisa mengira apa yang ada dipikirannya. “ mimpiku bukan bagaimana nanti aku akan bahagia, tapi mimpiku bagaimana mereka bahagia. Walaupun ini bukan termasuk perhitunganku untuk tetap bertahan dalam situasi yang membuat hatiku sesak tapi ketika keikhlasan mampu menguasai logika ketidakadilan itu maka aku akan jauh lebih dewasa. Tuhan, pasti sayang kepadaku.. Bukan begitu Tuhan?
Tidak sulit menebak hatinya yang begitu Tulus, jiwa kami tak begitu berbeda. Harapan aku adalah melihatnya tetap sabar. Sabar memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Sabar itu seperti benang yang membentuk kain. Pengalaman mengajarkannya untuk tetap dapat melihat matahari yang selalu tersenyum padanya.Mimpinya bukan seperti akar. Tapi bercabang pohon yang mengakar kuat didalam tanah. Bukan akan jatuh begitu saja, tapi tetap berjuang waalaupun beberapa mulai memisahkan diri darinya..

Jumat, 14 Mei 2010

penantian

Aku mencoba lebih mengerti makna dibalik hati nurani ini, entah lah aku mulai meragukan proses yang kujalani sekarang. Kamuflase perasaan atau mungkin proses penyublinan perasaan ini akan terlihat semakin jelas. Aku terlihat sangat bodoh tapi aku tak sanggup untuk berlari dari keadaan ini. Aku sudah terjebak dalam kondisi yang siap mematikanku kapan saja, dia kapan saja bisa meninggalkanku, aku tahu persis apa resiko dijalan yang telah ku terlanjur untuk menunggakinya. Sekarang aku hanya menunggu waktu yang akan kapan saja siap menerkamku,membunuhku dan perlahan-lahan membuangku. Sekuat hati aku berusaha untuk tetap berjalan di jalan yang aman, ya aku tahu ada sisi hati yang kerap kali menjaga perasaanku dan sisi lainnya terluka atas itu. Tapi aku mencintainya, sangat. Bahkan beban yang ku alami sekarang pun rasanya seperti sudah mendarah daging ditubuh dan hatiku.
Aku seperti mati rasa acapkali aku berusaha menjadi orang yang kuat dihadapannya setiap kali aku harus ikhlas mengembalikan dia diposisi yang seharusnya dimiliki orang lain. Lagi lagii aku tetap diam ditempat tanpa berusaha untuk pergi. Cintanya padaku takkan pernah membuatnya akan memilihku, dan cintaku padanya akan tetap membuatku untuk tetap berdiri menahan pedih tapi dibalik itu hatiku mengatakan “aku bahagia.. “. Mungkin Aku takkan pernah membuat tolak ukur untuk memastikan apa yang telah aku lakukan, karena aku percaya “kan ada saatnya nanti engkau milikku satu (kahitna)”